Fanfict

Aku Hanya Ingin Membuatmu Tersenyum “Part 3”




 Fanfict by : @Fzlur_Rhmn
Inspired by : @F_CiaJKT48

             Papaku memutar balikkan mobil dan melaju menuju rumah sakit, tempat dimana Cia dan ayahnya dirawat. Ini untuk yang kedua kalinya aku kembali merasa sangat terpukul.
            “Tuhan, kumohon selamatkan Cia, aku ingin...” aku kembali tak dapat membendung air mataku, bahkan untuk berdoa di dalam hati pun aku tak sanggup.
            “Kamu mesti tenang nak, Cia bakalan baik-baik aja, ga ada yang perlu di khawatirkan” Ucap papaku yang kini mencoba untuk menenangkanku.
            Sungguh aku tak dapat berbicara apapun kala itu, semua bagian tubuhku terasa beku dan tak dapat ku gerakkan, kini semakin jelas aku rasakan bahwa ini yang dimaksud dengan cinta sejati, aku akan merasa lebih bahagia bila Cia sedang bahagia, begitupun sebaliknya, aku akan merasa lebih sakit bila Cia sedang sakit.
            Sesampainya di depan rumah sakit, aku turun dari mobil dan langsung berlari sendiri dan mencoba masuk ke dalam rumah sakit tanpa bantuan apapun.
“Buuugg!!” Kakiku tersandung di tangga, dan... ya, kepalaku terbentur di lantai dan mengeluarkan banyak darah.
3 Jam kemudian, kini aku kembali tersadar dan kupegangi kepalaku, ada sebuah perban yang cukup tebal melingkar di kepalaku.
“Alhamdulillah, kamu udah sadar nak, mama khawatir banget sama kamu” Ucap mamaku dengan suara yang tersedu-sedu.
“Aku dimana ma? .. Cia?! Aku harus ketemu Cia sekarang ma! Tolong anterin aku ke dia! Aku mohon!” teriakku sembari mencoba bangkit dari tempat tidurku.
“Tapi nak, kamu kan masih sakit, kepala kamu juga pasti masih pusing sebab terbentur tadi kan?, kamu istirahat aja dulu ya nak, Cia pasti bakalan baik-baik aja kok” Balas ibuku yang mencoba membuatku tenang.
“Bawa aku untuk ketemu Cia sekarang ma! SEKARAAANG !!!” Aku berteriak sekencang-kencangnya dan kuharap sekarang mamaku ingin mengabulkan keinginanku.
Tanpa berbicara apa-apa, mamaku langsung membantuku bangun dari tempat tidurku.
Ya, seharusnya aku mendengarkan perkataan mamaku tadi kalau aku emang harus istirahat dulu disini karena belum sempat aku menyentuhkan telapak kaki ku dilantai, “Buuuugg!!” Aku kembali terjatuh karena aku tak dapat mengontrol tubuhku sendiri. “Dengan kepala seperti ini bagaimana bisa aku berjalan menuju ruangan Cia? Sial !” Gumamku di dalam hati.
Keesokan harinya di pagi buta, dingin yang terasa mencengkram masuk hingga ke tulang, aku kembali berusaha bangun dari tempat tidurku dan kucoba memanggil mamaku yang pastinya saat ini sedang tertidur pulas, aku memang tak tega mengganggu tidur nyenyak nya, tapi siapa lagi yang bisa aku mintai bantuan selain mamaku? ya, diruangan tempat aku dirawat hanya ada aku dan mamaku saja, karena kebetulan papaku sedang ada panggilan kerjaan mendadak di luar negeri yang benar-benar tak bisa di tinggalkan.
“Ma, bangun ma, tolong anterin aku ruangan Cia dong” Ucapku dengan perlahan sembari menggoyangkan tangan mamaku yang kebetulan tak jauh dari tempat tidurku.
Dan syukurlah, tak lama kemudian mamaku terbangun,.
“Hmm Jun, pagi buta gini kamu udah bangun aja nak, apa kepala kamu udah agak baikan?” Balas mamaku dengan suara yang terdengar lesu.
“I..iya ma, bisa anterin aku sekarang buat ketemu Cia di ruangannya ga ma?” Tanyaku dan kuharap mamaku ingin membantuku.
“Iyaudah yuk, bangunnya pelan-pelan aja” Balas mamaku sambil membantuku bangun dari tempat tidurku dan langsung mengantarkanku ke ruangan dimana Cia dirawat.
Sesampai diruangannya, kuucap salam dan ku masuk ke dalam, ku dengar suara ayah dan ibunya Cia sedang bercakap-cakap..
“Loh Ajun, kamu kesini sama siapa nak?” Tanya ibunya Cia dengan herannya.
“Hmm.. eh, saya kesini sama ibu saya hehe, gimana keadaan Cia saat ini bu?” Tanyaku kembali.
“Cia? Cia baik-baik aja kok nak, sekarang dia hanya butuh waktu untuk beristirahat” Balas ibunya Cia dengan suara yang terdengar sedang menutupi sesuatu.
“Kata Edwin waktu itu, Cia kecelakaan dan sekarang sedang kritis, tapi... kata ibunya Cia sendiri kok bilang kalau sekarang Cia baik-baik aja dan hanya butuh waktu untuk beristirahat?” Ucapku dalam hati dan seketika timbul tanda tanya besar dikepalaku.
“Apakah ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh ibunya Cia padaku?” Ucapku dalam hati..
“Hmm, iyadeh bu syukurlah kalau gitu” Balasku pada ibunya Cia.
Aku melangkah dengan perlahan menuju tempat dimana Cia sedang terbaring lemah dan kududuk disamping tempat tidurnya.
“Gimana keadaan kamu sekarang sayang? Kamu baik-baik aja kan? Aku datang nih buat ketemu kamu, kamu bangun dong” Ucapku dengan perlahan sembari mencium tangan wanita yang sebenarnya sedang tidak sadarkan diri itu.
“Aku yakin kamu pasti bisa dengar aku bicara saat ini, kamu hanya setengah tertidur kan sayang? Hei... bangun.. aku ada disisimu sekarang!” Ucapku kembali dan kini aku mulai meneteskan air mataku.
Sejak pagi-pagi buta aku duduk di samping tempat tidur Cia dan hingga sekarang telah larut malam, tak kufikirkan lagi keadaanku yang saat ini sebenarnya juga sedang sakit, bahkan lapar yang menyiksa ini pun tak lagi kuhiraukan. “Bagaimana bisa aku makan dalam keadaan seperti ini?” ..
“Sebaiknya kamu istirahat nak, ingat kondisi kamu, sejak dari pagi pun kamu belum mengisi perut kamu dengan makanan atau minuman sedikitpun” Ucap ibunya Cia.
“Iya nak, ibunya Cia benar, sebaiknya kita kembali, kamu harus makan nak, kalau ga nanti kamu bisa makin sakit” Sambung mamaku dengan suara yang terdengar khawatir.
“Yaudah deh” Balasku..
“Sayang, aku balik dulu ya, besok pagi aku pasti balik kesini lagi, aku janji. Dan besok pagi aku kesini kamu udah harus sadar ya, HARUS!” Bisikku pada Cia sembari mencium tangannya yang kaku dan dingin itu.
Akupun kembali keruangan tempat aku dirawat dengan bantuan mamaku, lalu aku makan malam dan langsung ke tempat tidurku untuk beristirahat.
Keesokan harinya aku terbangun, namun aku tak terbangun di pagi hari seperti kemarin melainkan pada siang hari, ya, mungkin karena semalam aku sangat kelelahan.
Tiba-tiba.. “tok..tok..” Terdengar seperti suara orang sedang mengetuk pintu.
“Siapa ya? Silahkan masuk” Jawab ibuku.
Ternyata itu  adalah sahabat-sahabatku yang datang untuk menjengukku.
“Jun, gimana kabar kamu? Udah baikan belum?” Ucap sahabat-sahabatku.
“Hmm, udah agak baikan kok, hehe” Balasku.. “Ohya, apa kalian udah jengukin Cia?” Sambungku kembali.
“Belum, rencananya sih habis dari sini kita langsung ke tempat Cia dirawat” Balas Ricky.
“Aku boleh ikut  kalian ga?” Tanyaku.
“Hmm, boleh kok, yaudah yuk kita sama-sama jengukin Cia” Balas Azmi.
Kami kemudian berjalan menuju ruangan dimana Cia dirawat. Sesampainya di sana kami mengetuk pintu, langsung masuk dan berbincang-bincang dengan kedua orang tua Cia.
            “Nak, kamu di sini dulu ya, jagain Cia sebentar, ibu pengen ngomong sesuatu dengan teman-teman kamu di luar” Ucap ibunya Cia.
“I.. iya bu, saya bakal jagain Cia kok” Balasku.
            Kini aku mulai semakin curiga, “apa benar ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh ibunya Cia dan juga sahabat-sahabatku?” Ucapku dalam hati.
            Tak lama kemudian mereka kembali masuk dan salah satu dari sahabatku terdengar seperti habis menangis.. ya, kini perasaan curiga semakin menghantui pikiranku.
            “Hmm, kamu kenapa Win? Nangis ya?” Tanyaku.
            “Eng.. engga kok Jun, ini nih.. aku lagi pilek hehe” Balas Edwin.
            Semakin lama, semakin besar pula rasa curiga ku ini, tapi aku hanya diam dan seolah tak memiliki perasaan curiga sedikitpun pada mereka.
            Suasana menjadi lebih santai setelah kami semua saling bercanda tawa di dalam ruangan Cia, ya udah pasti agar kita semua tak semakin larut dalam kesedihan atas keadaan Cia.
            Tiba-tiba terdengar suara suster yang masuk dari pintu samping ruangan Cia,
            “Permisi, apa saya bisa diberi waktu berdua saja dengan pasien?” Pinta suster itu.
            “Ohiya baik sus, yuk semuanya kita keluar dulu, biarkan suster memeriksa Cia dulu” Ucap ibunya Cia.
            Kami semua pun keluar dari ruangan itu dan meninggalkan Cia di dalam bersama si suster tadi.
            “Jun, mending kamu balik ke ruangan kamu aja deh, kamu pasti belum makan siang kan? Yaudah yuk sini kita bantuin” Ucap salah satu sahabatku.
            “Eh iya, yuk” Balasku.
            Aku kembali keruanganku dengan bantuan sahabat-sahabatku untuk makan siang.
            Belum selesai aku makan, seorang suster datang.
            “Pak, bu, mulai hari ini anak ibu dan bapak sudah bisa kembali kerumah, karena sekarang dia hanya butuh istirahat saja dirumah untuk memulihkan keadaannya” Ucap suster itu.
            “Alhamdulillah, makasih ya sus” Balas mamaku.
            Keesokannya di pagi hari, aku bersiap pulang dengan perasaan senang tapi juga ada rasa sedih tersirat dihatiku. Ya, yang ku fikirkan saat ini adalah..
            “kalau aku pulang kerumah berarti jarak aku dan Cia semakin jauh, aku mungkin ga bisa tiap tapi lagi nemenin dia di sana? Ya Tuhan, aku mohon lindungi Cia disana” Ucapku dalam hati.
            Waktu terus berlalu, dan sudah lebih sebulan Cia terbaring tak sadarkan diri dirumah sakit itu, tetapi aku masih belum mendapatkan kabar apapun tentang perkembangan atau hal apapun tentang dia.
            Tiap ku jenguk dia selama ini, seperti biasanya dan selalu begitu di setiap harinya, aku duduk disamping tempat tidurnya dan terus memegangi tangannya, sembari terus berharap dia akan membuka mata dan menggenggam erat tanganku.

*SINGKAT WAKTU*
            Sekitar 3 bulan kemudian, aku dikejutkan dengan kabar yang kini benar-benar mengejutkanku. Dan ini adalah yang terburuk dari semua kabar buruk yang pernah aku terima selama hidupku.
            Kabar ini ku dengar dari sahabat-sahabatku lewat telpon genggamku,.
            “Ini beneran apa cuma mimpi sih? Kok cobaan buat aku bertubi-tubi banget kaya gini?!” Ucapku kesal.
            Kemudian ku ambil air wudhu dan kudirikan sholat sunnah untuk lebih menenangkan diriku dan meminta pada Allah agar di beri segala kebaikan untuk Cia.
“Ya Tuhan, ku terima semua cobaan yang Engkau berikan padaku, aku yakin bahwa Engkau tak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuanku. Ya Tuhan, jika aku aku memang harus mengorbankan nyawaku untuk orang yang sangat aku cintai, aku rela.. aku sangat rela, bila itu memang jalan-Mu”
            Seusai sholat sunnah, aku meminta papa mengantarkanku ke rumah sakit untuk menjenguk Cia.
            Sesampainya di rumah sakit dan diruangan Cia, terdengar suara tangis ibu dan ayahnya Cia. Kuhampiri mereka dan kucoba untuk bertanya,
            “Gimana keadaan Cia bu? Apa dia baik-baik saja?” Tanyaku dan aku mencoba untuk tetap tenang.
            “Maafin ibu nak, selama ini ibu sudah bohongin kamu, ibu terus berkata kalau Cia baik-baik saja padamu, padahal...”
            “Padahal apa bu?” Tanyaku kembali.
            “Padahal selama ini Cia punya penyakit jantung dan setelah kecelakaan waktu itu, dadanya terbentur keras dan..” Belum sempat menyelesaikan omongannya, ibunya Cia kembali menangis tak tahankan diri.
            “Pah, bisa bantu iringi aku ke ruang dokter sekarang?” Tanyaku pada papa.
            “Iya nak, ayok papa bantu” Balas papaku.
            Sesampai di depan ruang dokter, aku meminta papaku untuk menunggu di luar saja, karena aku hanya ingin bicara 4 mata pada dokter yang menangani Cia selama ini.
            “Ada yang bisa saya bantu mas?” Tanya dokter itu.
            “I.. iya pak, apa benar bapak dokter yang menangani pasien yang bernama Alycia Ferryana selama ini?” Tanyaku.
            “Oh iya benar, ada apa ya?” Tanya dokter kembali.
            “Jadi gini dok, saya pengen tanya, bagaimana keadaan pasien yang bernama Alycia Ferryana saat ini?”
            “Wah, kondisi pasien ini sudah sangat mengkhawatirkan mas, semakin hari jantungnya semakin melemah. Jika tidak segera mendapatkan jantung yang baru, mungkin saja dalam waktu 2 hari ini jantungnya sudah mati dan tidak dapat berfungsi lagi” Jelas sang dokter.
            “Apa?! Maksud dokter, Cia bakal meninggal kalau tidak segera mendapatkan jantung yang baru? Iya?!” Tanyaku kembali dan kini aku tak dapat menahan diriku.
            “Betul mas, lebih tepatnya, pasien membutuhkan seorang pendonor jantung yang rela mempersembahkan hidupnya untuk kesembuhan pasien saya ini, jika tidak, pasien saya ini lah yang akan mengakhiri hidupnya” Jelas sang dokter kembali.
            Tanpa berpikir panjang aku langsung menawarkan diri untuk memberikan jantungku pada Cia. Ya, inilah cinta.. Kita akan rela memberikan apapun pada orang yang sangat kita cintai meski itu nyawa sekalipun.
            Dokter pun terkejut dengan keputusanku,
            “Apa anda yakin ingin mempersembahkan hidup anda untuk pasien saya yang bernama Alycia Ferryana?” Tanya dokter padaku.
            “Saya yakin dok, dia sudah banyak memberikan warna dalam hidup saya, saya sangat mencintainya, saya rela memberikan jantung ini padanya dan mengakhiri hidup saya untuk kesembuhannya” Tegasku dan aku berusaha untuk tak meneteskan air mata, karena inilah keputusanku.
            “Subhanallah, cinta anda benar-benar luar biasa, semoga nanti setelah pasien terbangun dia akan selalu mengingat anda, dan semoga kelak dia mendapatkan jodoh yang memiliki perasaan cinta yang sempurna seperti anda ya mas” Ucap sang dokter terharu.
            “Amin, kalau gitu kapan kita akan mulai operasinya dok?” Tanyaku.
            “Mungkin besok pagi, dan sebaiknya anda meminta izin terlebih dahulu pada keluarga, sahabat, dan terutama pada kedua orang tua anda atas keputusan anda ini” Ucap sang dokter.
            “Baiklah dok kalau begitu, terima kasih atas kerja samanya” Balasku dan tiba-tiba sang dokter pun memelukku dengan erat, mungkin saja ini sebagai salam perpisahan.
            Aku keluar dari ruang dokter dan ku temui papaku, ku ajak dia pulang dengan santainya seolah tak akan terjadi apa-apa padaku.
            Sesampainya dirumah, ku panggil papa dan mamaku ke ruang tengah. Dengan perasaan heran mereka menghampiriku.
            “Ada apa nak?” Tanya mamaku.
            “Aku pengen ngomong sesuatu sama mama dan papa, tapi sebelumnya aku mohon, jangan potong omonganku dan jangan halangi keputusanku ini” Ucapku.
            “Emang kamu mau ngomong apa nak?” tanya mamaku yang kini semakin heran.
            “Jadi gini mah, pah. Aku bakal donorin jantungku ini untuk Cia, dan aku akan mempersembahkan hidupku untuk Cia, dan aku mohon izin dari mama dan papa” Ucapku dengan nada yang pelan.
            Seketika papa dan mamaku meneteskan air matanya di depan ku,
            “Tapi kenapa kamu mesti lakuin ini nak? Apa ngga ada pilihan lain?” Tanya mamaku dan kini tangisannya semakin kencang.
            “Semua ini karena aku mencintai Cia mah, dan aku pikir Cia jauh lebih membutuhkan jantung ini daripada aku, jadi aku akan berikan jantungku yang selama ini berdetak di dalam tubuhku pada Cia, agar jantung ini juga dapat berdetak di dalam tubuh Cia” Balasku kembali dan akupun semakin berusaha untuk tidak meneteskan air mata, karena aku telah berjanji untuk itu.
            Setelah mendengar penjelasanku tadi, kedua orang tua ku hanya mampu terdiam dan tersenyum kaku padaku, mungkin saja mereka masih syok atas keinginanku ini.
            Ya, aku telah mendapatkan izin dari kedua orang tuaku, satu masalah selesai, tinggal satu lagi.
            Dengan diantar papaku, aku menuju rumah sakit bermaksud untuk meminta izin juga pada kedua orang tua Cia.
            Sesampainya..
            “Assalamu’alaikum pak, bu” Ucapku.
            “Wa’alaikum Salam” Jawab kedua orang tua Cia.
            “Syukurlah mereka berdua sedang ada di dalam ruangan itu, jadi aku akan langsung bicara saja pada mereka” Ucapku dalam hati.
            “Eh Ajun, mari masuk nak” Balas ibunya Cia.
            “Iya bu hehe.. pak, bu, saya pengen ngomong sesuatu”
            “Ngomong apa nak? Iya silahkan ngomong, ibu sama bapak bakal dengerin” Balas ibunya Cia.
            “Jadi gini bu, besok saya bakal masuk ruang operasi” Ucapku sambil tersenyum.
            “Yaampun nak, operasi untuk apa? Haduh, ini Cia makin hari makin kritis, kamunya lagi bakal dioperasi, ibu jadi makin sedih” Jawab ibunya Cia dan kini dia mulai meneteskan air mata.
            “Tenang bu, saya operasi bukan karena saya punya penyakit yang harus di sembuhkan dengan cara ini, tapi.. saya minta izin sama ibu, juga bapak, kalau setelah saya selesai dioperasi nanti, giliran Cia lagi yang masuk ke ruangan operasi” Ucapku.
            “Syukurlah kalau gitu, tapi maksud kamu apa nak?” Balas ibunya Cia dengan perasaan heran.
            “Saya bakal donorin jantung saya untuk Cia, jadi saya mohon izin dari bapak, dan ibu sebagai kedua orang tua dia” Balasku kembali dengan senyuman.
            “Subhanallah, begitu besarnya rasa peduli kamu pada Cia nak, sampai-sampai kamu rela memberikan jantungmu pada Cia” Ucap ibunya Cia dengan suara tersedu-sedu.
            “Saya ga hanya sekedar peduli bu, tapi saya juga sangat mencintai Cia, dan karena itulah saya rela memberikan jantung ini padanya, semua atas nama cinta bu” Jelasku kembali dan ibunya Cia pun semakin larut dalam tangis harunya.
            “Terima kasih banyak nak atas semua pemberianmu pada Cia, andai semua ini tidak menimpa keluarga kami, ibu pasti sudah meyakinkan kamu untuk menjadi pasangan hidup Cia kelak saat kalian dewasa, tapi takdir berkata lain, salah satu dari kalian harus pergi lebih dulu meninggalkan kami semua” Ucap ibu Cia dan mereka pun langsung memelukku, aku hanya terdiam dan tersenyum saat dipeluk oleh mereka.
            Keesokan harinya, waktu yang ditunggu pun akhirnya tiba, hari ini adalah mungkin hari terakhir aku akan bernafas menggunakan jantung ini.
            Telah kusiapkan selembar kertas yang telah ku tulis beserta setangkai bunga mawar, dan kuharap saat Cia terbangun nanti, dia dapat membaca surat ini.
Sebelum masuk ke ruang operasi untuk pengambilan jantungku, aku berjalan menuju tempat dimana Cia terbaring lemah, ku pegang tangannya nya yang semakin dingin dan kaku, ku cium kedua tangannya, kucium kening dan pipinya, dan kubisikkan dengan perlahan,
“Aku mencintaimu”.
Semua yang ada diruangan hanya mampu terdiam dan menangis.. kedua orang tuaku,kedua orang tua Cia, sahabat-sahabatku, dan yang lainnya.
Dengan bantuan suster, akupun masuk kedalam ruang operasi, dan operasi pengambilan jantungku pun dimulai.
Setelah kurang lebih 4 jam, proses operasi pun berhasil. Jantungku berhasil diangkat dan detik ini pula aku menghembuskan nafas terakhirku dan lebih dulu meninggalkan semua keluarga dan sahabat-sahabatku.
Perasaan sedih bercampur haru menghiasi hati mereka semua.
            Tak lama setelah itu, kini giliran Cia yang masuk ke ruang operasi untuk pertukaran jantungnya dengan jantungku.
            Dan syukurlah, setelah sekitar 6 jam, operasinya berhasil. Kini hanya perlu waktu beberapa hari saja sampai Cia benar-benar sadar dan membuka lebar kedua matanya.
            Seminggu kemudian,.
            “Huuuaaahhh,,, pak, bu, Cia laper nih, beliin makanan dong” Ucapan pertama Cia, setelah kurang lebih 4 bulan dia kritis dan tidak sadarkan diri.
            “Subhanallah, Cia !! kamu udah sadar nak? Alhamdulillah, ibu dan ayah kangen sama kamu nak” Teriak ibunya Cia yang terlihat sangat bahagia karena kembali sadarnya Cia.
            Dan kebetulan pada saat itu, semua keluarga dan sahabat-sahabat berkumpul diruangan Cia dan menunggu Cia hingga sadar 100%.
            “Alhamdulillah Cia, kamu udah sadar, kita semua kangen sama kamu” Ucap Ricky.
            “Hehe, makasih temen-temen. Ohya, by the way, Ajun dimana ya? Kok dia ga ada disini? Apa dia lagi sibuk diluar sana sampai-sampai di lupa nengokin aku?” Ucap Cia sambil memanyunkan bibirnya.
            “Dia ga pernah lupa sama kamu Ci” Balas Edwin di sertai dengan senyuman.
            “Kalau emang dia ga pernah lupa sama aku, terus sekarang dia ada di mana?!” Ucap Cia dan kini dia mulai berbicara dengan nada yang keras.
            Tiba-tiba ibunya mendekat dan menunjuk kearah dadanya,
            “Ajun ada disini nak, di dalam tubuh kamu” Ucap ibunya Cia sambil meneteskan air mata.
            “Maksud ibu apa? kok ibu nangis?” Tanya Cia dengan perasaan yang semakin heran.
            “Ini surat terakhir dari Ajun untuk kamu, dibaca ya nak, ntar juga kamu tau sendiri yang sebenarnya” balas ibunya kembali.
            “Hah, surat terakhir? Maksudnya apaan sih ah!” Gumam Cia.
            Dia pun membuka surat yang di sertai dengan bunga mawar tersebut dengan perlahan, kemudian dia membaca surat itu..

“Hai Princessku, syukurlah kamu sudah sadar. Gimana keadaan kamu saat ini? Udah baikan kan? Pastinya dong ya, kan kamu wanita yang kuat hehe.. Ohya, aku minta maaf ya, aku asal pergi-pergi aja nih, sampai-sampai aku ga sempat ngomong sama kamu J. Tolong jaga jantung aku baik-baik ya, mulai sekarang jantung yang biasanya berdetak di dalam tubuhku, kini berdetak kencang di dalam tubuhmu. Kamu harus janji ya sama aku, kamu harus jalani hidup kamu dengan penuh keceriaan, buatlah tiap detakan  jantung itu menjadi lebih berharga. Kalau kamu bertanya mengapa aku lakukan ini semua demi kamu? Tidak lain jawabanku adalah, karena cinta dan karena” ..

Aku Hanya Ingin Membuatmu Tersenyum

Tamat

1 komentar:

  1. keren ceritamu dek... qu dah read dari part 1.a .. good job! =))

    BalasHapus

Kritik dan Saran.